Bahaya Menunda-nunda “Procrastination”

Ternyata ibadah itu tidak hanya asal dikerjakan, tetapi waktunya juga harus dijaga. Firman Allah innaman nasii-u ziyaadatun fil kufr ~ sesungguhnya menunda-nunda itu menambah kekufuran.

Dari 5 rukun Islam, hanya sholat yang tidak kenal ampun, maksudnya tidak ada alasan untuk tidak dikerjakan. Dan harus pada rentang waktunya pula.

Berbeda dengan haji yang baru wajib dikerjakan bagi yang sudah mampu. Sedangkan sholat tidak mengenal tidak mampu. Tidak ada pengecualian. Bagi yang sakit super berat, sholat harus jalan terus. Sambil duduk, atau berbaring, bahkan cukup dengan isyarat mata jika anggota badan tidak bisa digerakkan.

Puasa bisa diganti fid-yah, bisa dibayar di lain waktu, bahkan dibayar ahli waris. Sholat tidak bisa. Harus dikerjakan sendiri. Zakat ada perhitungan nishob yang lumayan rumit, sedangkan nishob sholat sangat simpel: perintah anak umur 6 tahun, jitak anak umur 9 tahun. Sederhana, bukan? Tentunya dengan pukulan ringan yang tidak melukai dengan maksud untuk mendidik, bukan dengan tempeleng yang membuat anak semaput.

Apakah setelah mengerjakan sholat semuanya otomatis oke? Ternyata tidak.

Wailul lil musholliina ~ Neraka Wail bagi orang yang sholat.
Alladzina hum ‘an sholaatihim saahuun ~ yaitu orang yang sholatnya lalai.

Jadi jelas, sholat tidak hanya wajib dikerjakan, tetapi juga wajib dijaga waktunya. Dikerjakan tetapi telat, itulah buah dari yang namanya Menunda-nunda. Dalam terminologi Time Management alias Manajemen Waktu, disebut Procrastination.

Bagaimana dengan ibadah dan pekerjaan lainnya?

Matriks Covey

Buku best seller dunia The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey membuat matriks antara Importance ~ Kepentingan dan Urgency ~ Kemendesakan. Atas 2 kombinasi Penting dan Tidak Penting serta 2 kombinasi Mendesak dan Tidak Mendesak, maka diperoleh matriks 2×2 yang menghasilkan 4 kuadran: kuadran Penting Mendesak “PM”, kuadran Penting Tidak Mendesak “PTM”, kuadran Tidak Penting Mendesak “TPM”, dan kuadran Tidak Penting Tidak Mendesak “TPTM”.

Tingkat kepentingan dapat diukur dari sebesar apa pengaruhnya terhadap kehidupan. Semakin besar pengaruhnya, semakin penting. Semakin kecil pengaruhnya, semakin tidak penting.

Tingkat kemendesakan diukur dari seberapa lama jelang terhadap batas waktu yang ditetapkan. Semakin lama jelang waktunya, semakin tidak mendesak. Semakin mepet jelang waktunya, semakin mendesak.
PTM vs PM.

Sholat 5 waktu jelas penting, karena pengaruhnya terhadap kehidupan luar biasa. Sabda Nabi, janji antara beliau dengan ummatnya adalah sholat. Barangsiapa yang tidak sholat, tidak ada ikatan janji apa-apa antara orang itu dengan Nabi. Jadi buat yang tidak sholat, sorry, jangan menagih janji syafa’at Nabi nanti di hari kiamat. Bahkan di hadits lain yang lebih tegas menyatakan: man tarokaha faqod kafaro ~ barangsiapa yang meninggalkan sholat, maka sungguh kufur orang itu.

Sholat bisa dilaksanakan begitu masuk waktu sholat setelah adzan dan qomat dikumandangkan, atau dilaksanakan sudah dekat akhir waktu sholat, menjelang adzan sholat berikutnya. Dalam matriks, yang pertama termasuk PTM dan yang kedua PM.

Apa bedanya sholat di kuadran PTM dan kuadran PM? Bedanya jauh sekali bainas samaa-i wa sumur saat ~ bedanya bagaikan langit dan sumur kering.

Di kuadran PTM sholat dikerjakan dengan tumaninah dan khusyu’. Sedangkan di kuadran PM sholat dikerjakan dengan tergesa-gesa, sehingga bagaimana bisa tumaninah dan khusyu’?

Apa yang menyebabkan orang sholat di kuadran PM, dan bukannya di kuadran PTM?
Ya, penyakit Menunda-nunda alias Procrastination itulah.

Yang lebih super gawat luar biasa adalah disaat datang waktu sholat bertepatan dengan jam tayang sinetron, atau, sorry, sepak-bola. Orang mengabaikan adzan. Bahkan ketika berkumandang kalimat qod qoomatish sholaat – qod qoomatish sholaat, orang tetap tidak bergerak. Orang baru terbirit-birit sholat ketika muncul “qomat” dalam bentuk tayangan iklan. Masya Allah.

Tentu saja kuadran PM dibuat Covey bukan untuk membahas sholat, tetapi untuk kehidupan pada umumnya.
Misalnya pelajar kelas 3 yang baru mulai belajar awal Maret jelas ada di kuadran PM, karena UAN akan dimulai pertengahan Maret.

Misalnya orang yang baru mengisi SPT pajak tanggal 30 Maret jelas ada di kuadran PM, karena membayar pajak itu penting dengan ancaman pidana, sedangkan batas waktu penyerahannya 31 Maret.

Misalnya pria umur 35 tahun tetapi masih lajang, tidak puasa pula, jelas berada di kuadran PM, sebab bukankah nikah itu wajib dan Nabi menikah di umur 25? Jadi ngapain saja selama 10 tahun? Dst., dst.

TPM vs. TPTM

Pernah terburu-buru mengangkat tilpon, eh, tahu-tahu ada orang salah nomor? Atau sedang asyik bekerja tiba-tiba di call pembantu karena goreng ikan asin gosong? Atau pelajar sedang asyik membaca tiba-tiba ada yang melempar kacang? Itulah kondisi-kondisi TPM: Tidak Penting, tetapi Mendesak untuk diberi respons.

Banyak eksekutif memilih tidak memegang handphone sendiri melainkan oleh sekretaris atau ajudannya. Bukan karena sombong, melainkan adalah untuk menghindati TPM ini. Bekerjalah di tempat yang tertutup, semata-mata untuk juga menghindarkan interupsi TPM yang tidak penting, tetapi terpaksa harus direspons. Ajari anak-anak untuk belajar dengan khusyu’. Konsentrasi. Fokus. Tanpa musik karena sesungguhnya musik itu TPM memecah konsentrasi. Jangan sambil makan kacang, karena selain TPM juga meja belajar jadi kotor, serta kemungkinan bukan pelajaran yang “masuk”, melainkan kacangnya.

Jika PM adalah ekstrim kuadran atas, maka TPTM adalah ekstrim kuadran bawah. Bayangkan saja mengerjakan hal yang sudah Tidak Penting, Tidak Mendesak pula. Ini jelas kehidupan yang mubadzir. Padahal innal mubadzdziriina kaana ikhwaanasy syayaathiin ~ sesungguhnya mubadzir itu temannya syetan.

Hati-hati, banyak sekali yang namanya hobby sesungguhnya mengajak ke kuadran TPTM. Main gaple, misalnya. Dan banyak-banyak lagi, termasuk menonton acara-acara layar kaca.

Kuasai Kuadran.

Nah, karena sesuai ayat diatas menunda-nunda itu bisa menimbulkan kekufuran, maka pandai-pandailah memilah-milah kegiatan kedalam Matriks Cover. Mereka yang hidup di kuadran ekstrim kiri atas PM (Important – Urgent) sudah dipastikan hidupnya full stress.  Semua serba tergesa-gesa. Pekerjaan menumpuk. Hutang banyak. Penyakitan. Dll, dll.

Mereka yang hidup di kuadran ekstrim kanan bawah TPTM (Not Important – Not Urgent) sudah dipastikan hidupnya full mubadzir. Foya-foya, jika tidak mampu di restoran, ya di warteg. Nonton, jika tidak di bioskop, ya di misbar alias gerimis bubar. Begadang, gaple, dst., dst.

Dimana aktifitas kehidupan yang paling aman-selamat-lancar-barokah? Ya di kuadran kanan atas PTM (Important – Not Urgent). Mereka yang mengerjakan hal-hal yang penting saja, tetapi dikerjakan seawal mungkin. Tidak menunggu due date, atau expiration date, atau tanggal jatuh tempo.

Sabda Nabi, berdo’alah di saat waktu longgar alias di saat Tidak Mendesak, sehingga di saat keadaan genting atau Mendesak, do’anya makbul karena sering diasah. Bagi yang lajang dan sudah nishob nikah, solat istikhoroh tidak hanya ketika dilamar atau melamar lalu diburu-buru untuk memberikan jawaban, tetapi sejak awal, di waktu-waktu longgar, di saat tidak mendesak.

Waktu kehidupan hanya 24 jam. Quota umur hanya 63 tahun. Silahkan hitung, tinggal berapa jam umur ini? Masihkah akan mengabaikan nasehat “dilarang mengosongkan waktu dan mengangggurkan diri”?

Di akhirat nanti, semua hisaban akan dimulai dari sholat. Jika sholatnya sholuhat, maka baik semua amalannya, sebaliknya jika sholatnya fasadat, maka buruk semua amalannya. Jadi menunggu apa lagi untuk mulai sholat dengan tumanina? Dan khusyu’? Dan mengerjakan perkara-perkara penting, urusan agama urusan kehidupan lebih awal, tidak ditunda-tunda lagi? Fa Aina Tadzhabuun?

Ir.H. Teddy Suratmadji, MSc.

Related posts

Leave a Comment