Selagi Masih Hidup – Iskandar Siregar

Perjuangan mempunyai banyak cara dalam bentuk yang beragam. Ini bisa terjadi pada pemimpin mana saja, tapi saya mendapatkan gambaran langsung dan bagus itu pada Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII), almarhum Prof. Dr. Ir. KH. Abdullah Syam M.Sc., dan Ketua DPP LDII, almarhum Ir. H. Prasetyo Sunaryo MT. Pak Ketum demikian sapaan akrab kami pada beliau meninggal pada 14 Juli 2020. Lalu 17 hari kemudian pada tanggal 31 Juli 2020, menyusul Pak Pras, panggilan akrab kami pada beliau. Suatu kehilangan yang sangat berarti bagi organisasi.

Dalam beberapa tahun terakhir, Pak Ketum cukup sering mengajak saya untuk berbagai kegiatan organisasi, mulai dari konsolidasi organisasi ke berbagai daerah, menghadiri undangan dari eksternal, maupun membangun komunikasi dan koordinasi dengan lingkungan dalam dan luar organisasi. Belum lagi rapat-rapat rutin dalam organisasi.

Karena itu, dalam kesendirian, teringat kembali percakapan-percakapan dengan Pak Ketum. Salah satunya perhatian beliau pada penguatan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) terutama pada pengurus organisasi. Harapannya pengurus organisasi berkemampuan untuk menjalankan roda organisasi, mengimplementasikan program-program organisasi, melakukan tindakan-tindakan yang mengangkat marwah dan martabat organisasi, dan mampu menyelesasikan masalah-masalah yang terkait organisasi. Tambahan lagi, pengurus organisasi bisa menjadi teladan, syukur mampu melakukan sesuatu yang sangat berarti bagi organisasi.

Hampir di mana-mana berada, Pak Ketum selalu berupaya memotivasi, mengarahkan, dan menasehati para pengurus organisasi untuk terus mengibarkan panji organisasi setinggi-tingginya. Apakah dengan kontribusi pemikiran maupun perbuatan, dengan prestasi, dengan inisiatif untuk lebih mendorong peran positif organisasi, bahkan sampai dengan semangat membela NKRI dengan harga mati. Secara lebih hakiki, Pak Ketum berupaya mewujudkan visi dan misi organisasi dengan segala kemampuan yang ada pada diri beliau.

Dalam berbagai kesempatan, saya melihat Pak Ketum mengedepankan pendekatan budi luhur, akhlaqul karimah, sebagai refleksi, cermin, bahwa warga LDII adalah warga yang memiliki 6 thabiat luhur (jujur, amanah, kerja keras dan hemat, rukun, kompak, dan bisa bekerja sama dengan baik). Setiap tindakan maupun program harus dipertimbangkan dampaknya terhadap individu maupun lingkungan sekitarnya. Pengurus organisasi harus “siap” memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk mengembangkan dan memajukan organisasi.

Latar belakang pendidikan pesantren di masa muda, membantu Pak Ketum dalam bersosialisasi dengan para ulama dan zuama dari berbagai kalangan maupun ormas Islam lainnya. Dalam suatu rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI Pusat (Wantim MUI), saya dan Pak Ketum hadir, di mana beliau sebagai anggotanya, Pak Ketum diminta Prof. Dr. Din Syamsudin, Ketua Wantim MUI, untuk membacakan doa sebagai penutup rapat pleno tersebut. Pak Ketum dengan fasih dan lancar memimpin doa sehingga mendapat apresiasi dari Prof. Din Syamsudin. Termasuk substansi doanya. Boleh dikatakan Pak Ketum menggambarkan sosok ulama, guru, akademisi, dan tentu sebagai pemimpin organisasi.

Sekarang saya mau kenang sekilas Pak Pras. Bagi kami, Pak Pras seperti kamus berjalan. Hampir semua peristiwa penting organisasi sejak LDII berdiri, ada keterlibatan beliau. Cukup intens saya berhubungan dengan beliau pada beberapa tahun terakhir ini, baik berkenaan dengan urusan organisasi maupun kegiatan di luar organisasi, seperti beliau mengajak saya dalam pengelolaan Lembaga Bantuan Teknologi (LBT), yang dibangun oleh beliau.

Pengalaman beliau sebagai aktivis mahasiswa (sebagai Ketua Dewan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung pada tahun 1974-1975), teknokrat, dan birokrat yang cukup panjang, membuat almarhum sebagai sosok yang terbuka, penuh dengan ide dan gagasan yang sangat bernilai bagi organisasi untuk pengembangan dan kemajuan organisasi. Salah satunya, Pak Pras berhasil membangun citra dan reputasi organisasi sehingga menghapus kesan LDII sebagai ormas Islam yang eksklusif. Beliau mendorong LDII sebagaimana ormas Islam lainnya untuk terus berkontribusi kepada bangsa.

Sebagai intelektual cum aktivis, Pak Pras banyak membuka wawasan agar pengurus organisasi mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang berubah sangat cepat dan tantangan yang mungkin tidak pernah dihadapi para pendahulu organisasi. Beliau mengamati betul-betul bagaimana perubahan itu terjadi, yang popular disebut sebagai VUCA yaitu, Volatility (bergejolak), Uncertainty (tidakpasti), Complexity (kompleks), Ambiguity (tidak jelas). Karena itu beliau mendorong para pengurus organisasi untuk terus belajar. Dalam usia lanjut, beliau mengambil program doktor (S3). “Ini untuk memotivasi dan memberi contoh pada generasi muda,” ujar beliau. Bagi beliau, pengurus organisasi perlu dengan rendah hati bersedia mempelajari praktik-praktik baru, seperti melek teknologi digital.

Pelajaran apa yang bisa diambil ? Setidaknya dari Pak Ketum dan Pak Pras, adalah semangat berjuang terus-menerus tiada henti untuk mengembangkan dan memajukan organisasi. Selagi masih hidup, sekali lagi, selagi masih hidup, beliau-beliau telah mendedikasikan waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta-bendanya dalam garis perjuangan organisasi.

Tinggal insya Allah, kami, generasi penerus, melanjutkan tiap langkah perjuangan beliau-beliau. Kita memang tidak lagi mendengar aba-aba, nasehat, pitutur, arahan, beliau-beliau, tetapi jejak-langkah beliau-beliau akan terpatri dalam sanubari kami.

Selamat jalan Pak Ketum dan Pak Pras. Nam sholihan. Semoga semua amal-ibadahnya diterima Allah SWT, diampuni segala dosanya, dan mendapatkan sorga Firdaus disisi-Nya. Aamiiin.

Sumber

Related posts

Leave a Comment