Kediri (10/3). Asrama Syarah Asma Allah Al Husna yang diadakan di Pesantren Wali Barokah telah mencapai puncaknya. Penutupan pengajian yang dihadiri 20 ribu warga LDII dan alumni Pesantren Wali Barokah dari Eropa, Asia, Australia, dan Timur Tengah, ditutup oleh Zulkifli Hasan Ketua MPR.
Selain menutup asrama, Zulkifli juga melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan, berupa Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Ia menjadi pembicara utama dalam seminar Sosialisasi Pilar MPR RI.
Menurut Zulkifli konstitusi bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa Eropa dalam berdemokrasi. Jika bangsa Barat melahirkan konstitusi dengan latar belakang ras dan agama yang seragam. Maka konstitusi yang dibuat oleh pendiri bangsa Indonesia lahir dari hasil akar sejarah yang panjang.
“Indonesia terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau, ratusan etnik, budaya, dan berbagai agama. Berbeda dengan barat dan timur. Seperti yang Bung Karno bilang, kami tidak ikut Barat dan Timur. Kami punya sistem sendiri yang kami gali dari akar sejarah bahasa kami, yaitu Pancasila,” ujarnya.
Menurut Zulkifli Hasan, Pancasila sebagai ideologi yang diterima umat muslim pada umumnya bisa mengangkat harkat martabat umat Islam bila diperjuangkan dengan cara yang benar.
Ia sangat menyayangkan umat islam yang berjuang secara radikal bahkan menjadi ekstrimis. Padahal dengan Pancasila yang menjunjung tinggi nilai permusyawaratan dan perwakilan, kedigdayaan umat Islam bisa diperjuangkan melalui jalur demokratis.
“Kita sudah memilih demokrasi. Perjuangan kita adalah dengan cara yang demokratis. Tentu akan sangat bertentangan dengan Pancasila jika itu dilalukan dengan kekerasan. Langkahnya dengan menjadi anggota DPR, menelurkan kebijakan di parlemen, dan lain sebagainya,” ia menambahkan.
Diakuinya bahwa demokrasi saat ini tidak sesuai dengan ruh pancasila. Sejak bergulirnya reformasi 17 tahun lalu, demokrasi terkesan kebablasan. Zulkifli menegaskan voting seperti saat ini hanya perwujudan dari menang-menangan, padahal cita-cita Pancasila adalah musyawarah, mufakat, gotong-royong, dan saling menyayangi, “Bukan mendominasi di atas perbedaan bangs,” papar Zulkifli.
Ia memaparkan akibat demokrasi yang berjalan sekarang, kesenjangan semakin melebar. Ibarat dua orang yang memiliki tanah sama seperti 1.000 orang dengan luas tanah yang sama seperti dua orang itu. Belum lagi proxy war menjadi ancaman melalui isu homo seks dan lesbi.
Tidak ingin bangsa Indonesia semakin rusak, MPR ingin mensosialisasikan empat pilar MPR yaitu Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. Zulkifli ingin bekerja sama dengan LDII mensosialisasikan empat pilar kebangsaan di 34 provinsi yang dimulai dari Lampung.
“Merdeka adalah pintu gerbang menuju kesejahteraan. Kalau tidak merdeka kita tidak akan bersatu. Kalau tidak bersatu, maka kita tidak bisa berdaulat. Jika tidak bisa berdaulat, tidak bisa berlalu adil, kalau tidak adil tidak sejahtera itulah yang diungkapkan Bung Karno,“ ujarnya.
Berkaitan dengan kedaulatan, zulkifli Hasan mendukung apa yang dihasilkan oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Ia mendukung upaya Presiden Joko Widodo yang mendorong kemerdekaan Palestina.
“Saya mendukung dan mengapresiasi upaya presiden dalam mendukung kemerdekaan palestina. Termasuk pemboikotan terhadap barang produk negara tertentu, kita tunggu kabarnya,” ujarnya sesaat sebelum berlalu.
LDII Minta Negara Memfungsikan 4 Pilar Bangsa
Dalam kesempatan penutupan asrama Syarah Asma Allah Al Husna, DPP LDII meminta negara untuk memfungsikan kembali empat pilar kebangsaan. Hal itu disampaikan Ketua DPP Prasetyo Soenaryo kepada LDII News Network (LINES).
Menurut Prasetyo, dari mukadimah UUD 45, menegaskan peraturan yang lahir dari Indonesia merdeka harus mengandung lima sila yang kait mengait. Kelima sila tersebut memiliki landasan ontologis, rasionalitas, dan aktualitas yang relevan, “Sebaik apapun kandungan nilai-nilai Pancasila dan turunan UUD 45, itu hanya keluhuran di atas kertas, jika tanpa kesungguhan untuk mendagingkan nilai-nilai itu dalam penyelenggaraan negara,” ujar Prasetyo.
Prasetyo juga mengingatkan negara harus memfungsikan empat pilar kebangsaan, karena semakin banyak warga negara Indonesia tidak lagi mengenal Pancasila. Survei Kompas pada 2008 bahkan menyebutkan 48,4 persen warga negara Indonesia usia 17-29 tahun tak dapat menyebutkan sila-sila Pancasila dengan benar.
Prasetyo juga mengingatkan agar pemerintah untuk melaksanaka sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ia meminta pemerintah membela kepentingan rakyat kecil yang kian tak berdaya terhadap pemilik modal, baik fisik maupun finansial, “Misalnya jangan lagi menggusur dan mengkambinghitamkan masyarakat miskin kota, karena membangun tidak harus menggusur,” ujar Prasetyo.
Keberpihakan terhadap rakyat kecil harus juga dilakukan di sektor kemaritiman. Pasalnya nelayan sangat sedikit yang menikmati kekayaan laut, akibat kesulitan akses BBM dan teknologi, serta finansial.
Ia menyarankan agar pemerintah memperlakukan energi, pangan, dan air sebagai komoditas strategis yang tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar murni. (LC, Khoir, Foto: Ruly B/LINES).